Kisah Perjuangan Seorang Ayah
Pak Jun Nan tinggal di sebuah dusun
yang berada di daratan China, ia ditemani oleh seorang istri yang baik dan setia.
sehari-hari mereka menghabiskan waktunya hanya bercocok tanam. Dalam panen pada
musimnya sang suami menyuruh istrinya untuk menyimpan hasil penjualan tanaman
mereka untuk keperluan anaknya yang sedang kuliah di koya Beijing. Kedua
anaknya telah menetap di kota Beijing, Yang tertua sudah lulus dari kuliahnya
dan bekerja di sebuah perusahan elit yang gajinya cukup buat kebutuhan dia
sendiri, sedang yang bungsu masih kuliah semester 4. Suatu hari, pak jun nan,
hendak berangkat dari desanya menuju kota Beijing, untuk menjenguk anaknya yang
tinggal di kota beijing. Sambil membopong sekantung ketela merah kering ia
menempuh jarak yang jauh ingin menjenguk anaknya yang sedang kuliah di Beijing.
Ia rela sepanjang perjalanannya itu tidak mengeluarkan uangnya, karena bekal
uangnya tidak banyak, maka dia hanya bisa meminta air minum dari depot ke depot
sepanjang perjalanan yang dilewatinya. Sayang sekali dia sering sekali diusir
pergi, orang-orang menganggapnya pengemis. Sebisa mungkin ia tidak naik
kendaraan dan memaksakan diri berjalan kaki hingga mencapai kota terdekat
dengan bandara, barulah dia naik taksi ke bandara. Ketika di bandara, ada
pemeriksaan sebelum naik ke pesawat, petugas mengatakan bahwa karungnya itu
terlalu besar, dan memintanya agar karung itu dimasukkan ke bagasi, namun dia
mati-matian menolak, dia bilang takut ketelanya hancur, jika hancur anak
bungsunya tidak mau makan lagi, dengan kewalahan akhirnya mereka memperbolehkan
ia lewat. Dengan bertanya tanya kepada setiap orang maka akhirnya ia bisa
memasuki dalam pesawat. Dengan membawa aroma tanah yang khas dari pedesaan, Ia
menjadi pusat perhatian di antara para penumpang yang naik pesawat. Ketika
pesawat sudah mulai terbang datar, para pramugari mulai melayani penumpang.
Pramugari mulai menuangkan air. Hingga tiba di baris kursi dimana Pak Jun
berada, dia terlihat duduk dengan sangat hati-hati, sedang karung goni
bawaannya tidak diletakkan di tempat bagasi bawaan, tingkah si sang bapak ini
membuat para pramugari merasa heran. Saat ditanya mau minum apa, dengan gugup
dia menggoyang-goyangkan tangannya dan berkata tidak mau. Saat hendak dibantu
untuk menyimpan karungnya di tempat bagasi dia juga menolak. Terpaksa pramugari
membiarkan dia menggendong karung tersebut. Beberapa saat kemudian tiba waktunya
untuk membagikan makanan, ia masih duduk dengan tegak dan tidak bergerak sama
sekali, kelihatannya sangat gelisah, saat diberi nasi, dia tetap saja
menggoyangkan tangannya menolak tanda tidak mau. Karenanya kepala pramugari
datang menghampirinya dengan ramah menanyakan apakah dia sedang sakit. Dengan
suara lirih dia berkata ingin ke toilet tapi dia tidak tahu apakah boleh
berkeliaran di dalam pesawat, dia takut merusak barang-barang yang ada di dalam
pesawat. Pramugari tersebut memberitahu pak Jun tidak ada masalah dan menyuruh
rekannya untuk mengantarkan ke toilet. Saat menambahkan air untuk kedua
kalinya, pak Jun hanya memperhatikan para penumpang yang sedang minum air yang
diberikan oleh pramugari, ia hanya menelan liur sambil menerus menjilat-jilat bibirnya.
Seorang pramugari memperhatikan, lantas menawarkan sesecangkir teh hangat
kepada pak tua, ia langsung meletakkan di atas mejanya tanpa bertanya
kepadanya. Ternyata tindakan pramugari itu membuat ia sangat ketakutan dan
berkali-kali ia mengatakan tidak perlu, pramugari itu pun berkata kepadanya
minumlah jika sudah haus. Mendengar demikian, dia buru-buru dia mengambil
segenggam uang dari balik bajunya, semuanya berupa uang receh, dan disodorkan
kepada pramugari tersebut. Sang pramugari kaget, dan ia mengatakan kepadanya
bahwa minuman ini gratis. Sang bapak tidak percaya dengan perkataan itu. Sebab
dia disepanjang perjalanan beberapa kali ia masuk ke rumah orang untuk meminta
air minum tetapi tidak pernah diberi, bahkan selalu diusir dengan penuh kebencian.
apalagi dipesawat yang mahal ini, pikirnya. Setelah diyakinkan beberapa kali
oleh pramugari, maka akhirnya dia mau mempercayai, lalu perlahan-lahan meminum
tehnya. Sang pramugari sangat iba dengan keadaan pak Jun nan tersebut,
pramugari itu menanyakan apakah dia lapar, maukah memakan nasi, tetapi sang
bapak masih tetap saja mengatakan tidak mau. Dia bercerita kepada pramugari
itu, bahwa ia memiliki 2 orang putra, keduanya bisa diandalkan dan sangat
berguna, keduanya diterima di perguruan tinggi, yang bungsu sekarang kuliah di
semester 4, sedangkan si sulung telah bekerja. Kali ini dia ke Beijing
menjenguk anak bungsunya yang sedang kuliah.
Selama dalam perjalanan di pesawat,
Pramugari yang iba dengan pak Jun Nan itu, sangat rajin menuangkan air minum untuknya,
dan pak Jun Nan selalu dengan sopan mengucapkan terima kasih. Saat pramugari
memberikan makanan kepada pak Jun Nan, tetap saja ia menolak untuk menerima
makanan itu, walaupun pramugari itu tahu perut pak Jun Nan sudah sangat lapar,
ia tetap saja menolak dengan keras tidak mau makan. Lalu sang pramugari
tersebut meletakkan di depan mejanya. Setelah merasa dekat dengan pak Jun Nan,
akhirnya sang pramugari menawarkan dia, bahwa barang bawaannya aman jika
disimpan dibagasi, dia berdiri dengan waspada dalam waktu lama, kemudian baru
diletakkannya dengan hati-hati. Sampai menjelang pesawat akan mendarat, dia
dengan sangat berhati-hati menanyakan kepada kami apakah kami bisa memberikan
sebuah kantongan kepadanya, yang akan digunakan untuk membungkus nasi jatahnya
tersebut untuk dia bawa pergi. Dia bilang selama ini dia tidak pernah
mendapatkan makanan yang begitu enak, dan dia akan bawakan makanan itu untuk
diberikan kepada anak bungsunya.Krena dia mengangap makanan yang istimewa ini
akan membuat anaknya senang jika diberikan. Mungkin bagi sebagian orang,
khususnya penumpang pesawat akan di anggap sesuatu hal yang biasa, tetapi
ternyata lain dengan pak jun nan, ia begitu menganggapnya begitu berharga. Dia
sendiri enggan untuk makan, dia menahan lapar, demi untuk disisakan bagi
anaknya. Mendengar perkatan pak Jun Nan, maka sang pramugari tersebut terasa
terharu, lalu ia langsung membungkus semua makanan yang tersisa karena tak
terbagikan kepada penumpang pesawat. Lagi-lagi pak Jun Nan menolak dengan penuh
kepanikan, dia bilang dia hanya mau mengambil jatahnya saja, dia tidak mau
mengambil keuntungan dari orang lain. Kebanyakan para pramugari hampir
berkaca-kaca matanya mendengar perkatan pak jun nan yang begitu sopan tapi
tidak mementingkan dirinya sendiri. Setelah semua penumpang udh mulai berkurang
dan pada turun. Tinggallah pak Jun nan seorang diri, para pramugari hendak
membantunya membantunya membawakan karung goninya sampai ke pintu keluar. Saat
mereka akan membantunya menaikkan karung goni tersebut ke punggungnya, secara
tiba-tiba pak Jun Nan itu melakukan suatu tindakan yang mengejutkan para
pramugari, dia berlutut di atas tanah. Dengan air mata berlinang dia bersujud
kepada para pramugari dan mengatakan, “Kalian semua sungguh adalah orang-orang
yang baik, kami orang desa sehari hanya bisa makan nasi satu kali, selama ini
kami belum pernah minum air yang begitu manis, tidak pernah melihat nasi yang
begitu bagus, hari ini kalian bukan saja tidak membenci dan menjauhi saya,
malah dengan ramah melayani saya, sungguh saya tidak tahu bagaimana harus
berterima kasih kepada kalian, saya hanya bisa berharap kalian orang-orang yang
baik suatu hari nanti akan mendapatkan balasan yang baik”. maka para pramugari
yang sejak dari awal mengetahui pak jun nan, tidak lagi bisa menahan hatinya,
mereka semua sampai meneteskan air mata melihat sikap dari pak Jun nan ini.
Merka bersama- sama membangunkan pak jun nan, seorang pramugari, tak kuasa
hingga ia memeluk pak jun nan dan berkata, “pak, kami pun sangat berterima
kasih kepada Anda. karena dengan kehadiran bapak di pesawat ini telah membuka
hati kami untuk bisa mengasihi lebih baik lagi kepada para penumpang.”
Pramugari yang lain hanya mengangguk-angguk kepalanya sembari mengusap air
matanya. Salah satu dri pramugari itu memanggil petugas yang berjaga dan
menyerahkannya untuk membantunya sampai pintu keluar.
Di muka pintu bandara, kedua anaknya
telah berdiri untuk menjemput orang tuanya, lalu anaknya yang bungsu mengambil
karung yang di bawa ayahnya, lalu mereka menuju mobil yang di pinjam anak
sulungnya dari perusahan dimana ia bekerja. Selama dalam perjalanan pak jun nan
masih teringat akan kebaikan para pramugari tersebut, sampai-sampai ia
meneteskan air matanya tatkala ia mengingat itu. Anaknya yang sulung kaget
begitu melihat ayahnya menanggis dari kaca mobil. “papa kenapa menanggis.’
tanya sang anak sulung. Anaknya yang bungsu pun kaget mendengar perkatan
kakaknya, dan ia pun menenggok ke belakang bangku, dimana mereka memang duduk
di bangku depan. Setelah ia menenangkan hatinya, ia pun menceritakan; saat ia
dalam perjalanan menuju bandara. di sepanjang perjalana ketika ia haus tidak
ada seorangpun yang mau membrikan air kepadanya, bahkan ia di usir layaknya ia
pengemis. Tetapi saat ia di pesawat, wanita-wanita itu tidak bosan-bosannya
menawarkan air kepadanya, bahkan ia menuangkan minum hingga beberapa kali buat
dia. Mendengar cerita papanya sang anak langsung terdiam, mereka membayangkan
jerih payah ayah mereka yang hendak menyusul mereka. sehingga papanya itu rela
berjalan begitu jauhnya untuk mereka, hanya untuk memberikan sedikit bekal buat
mereka. karena kelelahan dalam perjalanan sang ayah pun tertidur. Sedang kedua
anaknya selama dalam perjalanan hanya terdiam, mereka merenungkan perjuangan
ayah mereka sehingga mereka bisa kuliah di kota besar ini. Apakah kelak bisa
membalas kebaikan orang tuanya. Mungkin hanya waktu yang akan menentukan apakah
ia bisa merawat orang tua mereka.